Belanja. Meski pada beberapa wanita belanja sesuai
kebutuhan, namun banyak juga wanita yang menjadikan kegiatan ini sebagai hobi.
Menyusul kemudian, mengeluhkan mengenai pengeluaran yang membludak selama satu
bulan. Sebenarnya, dimana titik "pembengkakan" ini?
Menurut Chief Executive Officer QM Financial, Ligwina
Hananto, masalah ini sering kali terjadi pada wanita pekerja, yang telah
berumah tangga, karena begitu banyak pos-pos kebutuhan.
"Umumnya, gaji hasil bulanan digunakan untuk membiayai
cicilan hutang dan untuk keperluan pribadi," kata Ligwina saat ditemui di
Hongkong Cafe, Sarinah.
Selain cicilan hutang melalui penggunaan kartu kredit,
wanita umumnya mengalami kesulitan saat dirinya dihadapkan dengan belanja
pribadi. Trik dari Ligwina, untuk menghindari kesulitan ini, cicilan
hutang diusahakan untuk selalu di bawah angka 20 pesen dari penghasilan
bulanan.
Belanja pribadi
Bagaimana dengan keperluan pribadi? Ini yang menjadi
problematika. Wanita cenderung tak bisa melawan hasrat bebelanja mereka. Sudah
memiliki lima pasang sepatu, masih harus memenuhi deretan lemari sepatu. Mudah
tergoda dengan diskon dan berbagai penawaran pintar kartu kredit.
Mungkin jika dijumlahkan, belanja pribadi ini bisa
menghasilkan akumulasi yang lebih banyak dari pengeluaran untuk kebutuhan
lainnya. "Wanita akan menjadi lebih boros, dan pada akhirnya berujung
pada ketidakmampuan mereka untuk menabung. Alasan utamanya adalah lifestyle,"
jelas Wina, panggilan akrab Ligwina.
Hasrat menjadi satu kata kunci yang membedakan pola belanja
para wanita dengan pria. Pria cenderung mengeluarkan uang sesuai kebutuhan
mereka. Bukan berdasarkan keinginan.
Untuk menormalkan kembali keuangan, Wina menyarankan agar
wanita mengetahui terlebih dahulu tujuan finasial mereka. "Orang yang tak
punya tujuan finasial akan sulit menabung," katanya. Sisihkan terlebih
dahulu, anggaran untuk mengisi tabungan, baru kemudian menggunakan 20 persen
penghasilan untuk belanja pribadi.